Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah Cerita Ngawur Saya Bagian 2

"Krek-krek"


Suara itu...


"Krek-krek-kreet"


Suara yang kukagumi sejak dulu


"KREK-GREKK!!"


Entah kenapa, suara itu membuatku puas


"KREEEETT!"


Ahh.. Benar-benar.. memuaskan...


....


Peluhku membahasi tubuhku, tapi tangan ini tetap meneruskan pekerjaannya. Aku memegang gergaji tua bermerk quick, besinya rapuh, berwarna coklat ketuaan, tumpunya berkarat dan pegangannya penuh dengan minyak. Sembari kudendangkan radio fm dari frekuensi lokal, kunikmati setiap kayu yang baru saja kupotong. Dari segi presisi memang tidak sebagus potongan ala mesin, tapi dari segi estetika ini adalah potongan terbaik yang bisa membuatku puas.


Hari ini adalah hariku bekerja, aku adalah seorang tukang kayu. Tukang kayu yang kerap disangka gila, mereka mengatakan kepadaku bahwa aku adalah orang aneh yang terobsesi dengan gergaji dan kayu, tidak tahu mengapa mereka menyebutku begitu, mungkin karena aku selalu bekerja siang dan malam tanpa henti atau membuat keributan ditengah malam karena dentuman-dentuman dahsyat dari gergaji gila ini. Ntahlah! Aku tidak peduli juga!


Awal mereka menyebutku dengan kata "gila" adalah ketika aku pas lagi hypenya. Ketika itu bahan kayu telah kugunakan semua untuk pembuatan almari yang masih belum jadi, kulihat gudang kayuku dan sejauh mata memandang, tidak ada yang tersisa secuil pun. Kemudian, ketika aku menyadari bahwa kayu telah habis, aku marah. Aku tidak akan membiarkan gergaji itu bersedih, ia harus mempunyai teman untuk disayat, apapun yang terjadi aku tidak akan membiarkan ia sendirian, akhirnya kuputuskan untuk memotong kayu di belakang rumahku.


Alat sudah kusiapkan, senter sudah berada di kepala dan senso pun kutarik, berbunyi kasar! Grasak! Apalagi di tengah malam gini, suaranya pasti bergema di penjuru manapun. Namun tujuanku tetap kukuh, demi sebuah teman dari sang gergaji, kupotong pohon itu dengan kekuatan penuh.


"Ngenggg!!"


10 menit pertama aku mendengarkan bayi menangis namun kuabaikan


"Sriittt"


10 menit kemudian terdapat senter berada di bajuku, menyoroti tubuhku entahlah siapa itu


"NGENGGG!"


30 menit sudah dan samar-samar aku melihat beberapa orang melihatku, sesekali mereka meneriakkan istighfar kepadaku, aku mengabaikannya.


"Nggengg! glek glek"


Setelah itu tidak ada ucapan istigfar atau senter lagi.


Pertempuran yang sengit, ternyata tidak semudah yang kukira. Perlu kurang lebih setengah jam untuk hampir merobohkan pohon sengon ini. Akhirnya setelah bagian pertempuran kumenangkan, selanjutnya adalah akhiran atau kata gaulnya "Finishing". Kuambil golok dari gudang kayuku kemudian kulayangkan tepat di sisa tubuh pohonnya, berkali-kali kulayangkan namun hanya membuat sedikit goresan, kesal karena tidak tumbang, aku menendang pohon itu sembari kulayangkan golok sembarang membuatku seperti maniak.


"Kret! kret"


"Krek-krek"


"Krettt"


"Pohonnya tumbang!!!!" teriakku


"Bushhh"


Semuanya padam, mataku tidak bisa melihat apa-apa, senterku mati seketika. Aku tidak bisa melihat apa-apa! Seingatku, setelah kejadian itu aku tidak mengingat apa-apa. Hanya saja besoknya orang-orang menatap sinis kepadaku.

Posting Komentar untuk "Sebuah Cerita Ngawur Saya Bagian 2"